BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mengapa
pendidikan karakter penting untuk diberikan dalam proses pendidikan? Hal itu
karena berdasarkan hasil penelitian Heckman, James & Pedro Carneiro, 2003
yang disitir oleh Ratna Megawangi, 2010 menunjukkan bahwa kecerdasan
intelektual seseorang (verbal dan logis-matematis) hanya memberikan kontribusi
20% saja dari keberhasilan seseorang di masyarakat, sedangkan 80% lebih banyak
ditentukan oleh kecerdasan emosi seseorang tersebut.
Kecerdasan
emosi merujuk pada karakter atau dalam bahasa agamanya akhlak mulia. Penelitian
tersebut sesuai dengan hasil penelitian George Boggs, yang juga disitir Ratna
Megawangi (2010) yang menunjukkan bahwa dari 13 faktor penunjang keberhasilan
seseorang di dunia kerja, 10 di antaranya (hampir 80%) adalah kualitas karakter
seseorang, dan sisanya (tiga) berkaitan dengan faktor kecerdasan intelektual.
Ke-13 faktor tersebut adalah: (1) jujur dan dapat diandalkan; (2) bisa
dipercaya dan tepat waktu; (3) bisa menyesuaikan diri dengan orang lain; (4)
bisa bekerjasama dengan atasan; (5) bisa menerima dan menjalankan kewajiban;
(6) mempunyai motivasi kuat untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas diri;
(7) berpikir bahwa dirinya berharga; (8) bisa berkomunikasi dan mendengarkan
secara efektif; (9) bisa bekerja mandiri dengan supervisi minimum; (10) dapat
menyelesaikan masalah pribadi dan profesinya; (11) mempunyai kemampuan dasar
(kecerdasan); (12) bisa membaca dengan pemahaman memadai; dan (13) mengerti
dasar-dasar matematika (berhitung).
Ada
banyak nilai-nilai karakter yang mungkin perlu diberikan dalam proses
pelaksanaan pendidikan terutama di sekolah guna membentuk generasi bangsa kita
yang berkualitas, bermartabat, dan berkarakter. Adapun nilai-nilai dasar
karakter yang perlu dikembangkan tersebut, diantaranya yaitu: bertakwa (religius), tanggung jawab (responsible), disiplin (dicipline), jujur (honest), sopan (polite),
peduli (care), kerja keras (hard work), sikap yang baik (good attitude), toleransi (tolerate), kreatif (creative), mandiri (independent),
rasa ingin tahu (curiosity), semangat
kebangsaan (nationality spirit),
menghargai (respect), bersahabat (friendly), dan cinta damai (peace full).
B.
Dasar Hukum
Dasar hukum dilaksanakannya pendidikan
karakter adalah sebagai berikut.
1.
Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen.
2.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
3.
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
4.
Permendiknas
No 39 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kesiswaan.
5.
Permendiknas
Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.
6.
Permendiknas
Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan.
7.
Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional 2010-2014.
8.
Renstra Kemendiknas Tahun 2010-2014.
9.
Renstra Direktorat Pembinaan SMK Tahun 2010 – 2014.
C.
Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa
berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar
berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan
membangun perilaku bangsa yangmultikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa
yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup
keluarga,satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah,
dunia usaha, dan media massa.
Pendidikan
karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya
sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian,
dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat
sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan
citra sekolah tersebut di masyarakat luas.
Lickona (1992) menjelaskan beberapa alasan perlunya Pendidikan karakter,
di antaranya: (1) Banyaknya generasi muda saling
melukai karena lemahnya kesadaran pada nilai-nilai moral, (2) Memberikan
nilai-nilai moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang
paling utama, (3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin
penting ketika banyak anak-anak memperoleh sedikit pengajaran moral dari
orangtua, masyarakat, atau lembaga keagamaan, (4) masih adanya nilai-nilai
moral yang secara universal masih diterima seperti perhatian, kepercayaan, rasa
hormat, dan tanggungjawab, (5) Demokrasi memiliki kebutuhan khusus untuk
pendidikan moral karena demokrasi merupakan peraturan dari, untuk dan oleh
masyarakat, (6) Tidak ada sesuatu sebagai pendidikan bebas nilai. Sekolah
mengajarkan pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan nilai-nilai setiap hari
melalui desain ataupun tanpa desain, (7) Komitmen pada pendidikan karakter
penting manakala kita mau dan terus menjadi guru yang baik, dan (8) Pendidikan
karakter yang efektif membuat sekolah lebih beradab, peduli pada masyarakat,
dan mengacu pada performansi akademik yang meningkat.
Alasan-alasan di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter
sangat perlu ditanamkan sedini mungkin untuk mengantisipasi persoalan di masa
depan yang semakin kompleks seperti semakin rendahnya perhatian dan kepedulian
anak terhadap lingkungan sekitar, tidak memiliki tanggungjawab, rendahnya
kepercayaan diri, dan lain-lain. Untuk mengetahui lebih jauh tentang apa yang
dimaksud dengan pendidikan karakter, Lickona
dalam Elkind dan Sweet (2004)
menggagas pandangan bahwa pendidikan karakter adalah upaya terencana untuk
membantu orang untuk memahami, peduli, dan bertindak atas nilai-nilai etika/
moral. Pendidikan karakter ini mengajarkan kebiasaan berpikir dan berbuat yang
membantu orang hidup dan bekerja bersama-sama sebagai keluarga, teman,
tetangga, masyarakat, dan bangsa.
Pandangan ini mengilustrasikan bahwa proses pendidikan yang ada di
pendidikan formal, non formal dan informal harus mengajarkan peserta didik atau
anak untuk saling peduli dan membantu dengan penuh keakraban tanpa diskriminasi
karena didasarkan dengan nilai-nilai moral dan persahabatan. Di sini nampak
bahwa peran pendidik dan tokoh panutan sangat membantu membentuk karakter
peserta didik atau anak.
D.
Pendidikan Karakter
Karakter adalah nilai-nilai yang melandasi
perilaku manusia berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat
istiadat, dan estetika. Karakter
adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti
individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan
penggerak, serta membedakannya dengan individu lain (Mustadi, 2011).
Dan seseorang dapat dikatakan berkarakter, jika telah berhasil menyerap nilai
dan keyakinan yang dikehendaki masyaraket, serta digunakan sebagai moral dalam
hidupnya.
Pendidikan karakter adalah
upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan
menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan
kamil. Pendidikan karakter
adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia insan kamil.
Ada beberapa penamaan nomenklatur untuk merujuk
kepada kajian pembentukan karakter peserta didik, tergantung kepada aspek
penekanannya. Di antaranya yang umum dikenal ialah: Pendidikan Moral,
Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius, Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan
Karakter itu sendiri. Masing-masing penamaan kadang-kadang digunakan secara
saling bertukaran (inter-exchanging), misal pendidikan karakter juga
merupakan pendidikan nilai atau pendidikan relijius itu sendiri (Kirschenbaum,
2000). Sebagai kajian akademik, pendidikan karakter tentu saja perlu memuat
syarat-syarat keilmiahan akademik seperti dalam konten (isi), pendekatan
dan metode kajian. Di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat terdapat
pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character Education Partnership;
International Center for Character Education). Pusat-pusat ini telah
mengembangkan model, konten, pendekatan dan instrumen evaluasi pendidikan
karakter. Tokoh-tokoh yang sering dikenal dalam pengembangan pendidikan
karakter antara lain Howard Kirschenbaum, Thomas Lickona, dan Berkowitz. Pendidikan karakter berkembang dengan
pendekatan kajian multidisipliner: psikologi, filsafat moral/etika, hukum,
sastra/humaniora.
Terminologi ”karakter” itu sendiri sedikitnya memuat
dua hal: values (nilai-nilai) dan
kepribadian. Suatu karakter merupakan cerminan dari nilai apa yang melekat
dalam sebuah entitas. ”Karakter yang baik” pada gilirannya adalah suatu
penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau sesuatu, di
luar persoalan apakah ”baik” sebagai sesuatu yang ”asli” ataukah sekadar
kamuflase. Dari hal ini, maka kajian pendidikan karakter akan bersentuhan
dengan wilayah filsafat moral atau etika yang bersifat universal, seperti
kejujuran. Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadikan
“upaya eksplisit mengajarkan
nilai-nilai, untuk membantu siswa
mengembangkan disposisi-disposisi guna bertindak dengan cara-cara yang pasti” (Curriculum
Corporation, 2003). Persoalan baik dan buruk, kebajikan-kebajikan, dan
keutamaan-keutamaan menjadi aspek penting dalam pendidikan karakter semacam
ini.
Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan
cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan
perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi
pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat,
menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada
perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut
berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat
kontekstual dan kultural.
Bagaimana pendidikan karakter yang ideal? Dari penjelasan
sederhana di atas, pendidikan karakter hendaknya mencakup aspek pembentukan
kepribadian yang memuat dimensi nilai-nilai kebajikan universal dan kesadaran
kultural di mana norma-norma kehidupan itu tumbuh dan berkembang. Ringkasnya,
pendidikan karakter mampu membuat kesadaran transendental individu mampu
terejawantah dalam perilaku yang konstruktif berdasarkan konteks kehidupan di
mana ia berada.
Penerapan pendidikan karakter di sekolah setidaknya dapat
ditempuh melalui empat alternatif strategi secara terpadu (Mustadi, 2011).
Strategi pertama ialah dengan
mngintegrasikan konten pendidikan karakter yang telah dirumuskan kedalam
seluruh mata pelajaran. Strategi kedua ialah
dengan mengitegrasikan pendidikan karakter kedalam kegiatan sehari-hari di
sekolah. Strategi ketIga ialah dengan
mengitegrasikan pendidikan karakter ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau
direncanakan. Dan Strategi keempat ialah
dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua
peserta didik
BAB II
KEGIATAN PENDIDIKAN KARAKTER
A.
Pembinaan Karakter melalui Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta
didik dapat menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan
mengajar yang membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga peserta didik mampu untuk
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka. Dengan begitu, melalui pembelajaran kontekstual peserta didik
lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah
pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta
psikomotor (olah raga).
Pembelajaran kontekstual mencakup beberapa strategi, yaitu: (a)
pembelajaran berbasis masalah, (b) pembelajaran kooperatif, (c) pembelajaran
berbasis proyek, (d) pembelajaran pelayanan, dan (e) pembelajaran berbasis
kerja. Kelima strategi tersebut dapat memberikan nurturant effect pengembangan
karakter peserta didik, seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung
jawab, rasa ingin tahu.
Langkah awal yang dilakukan dalam pembinaan karakter dalam
pembelajaran adalah memilih dan memahami karakter apa yang diharapkan dapat
menunjang suatu pelajaran tertentu. Selanjutnya mengintegrasikan beberapa
karakter yang didapatkan ke dalam penyusunan silabus, silabus dijabarkan dalam
RPP dan pelaksanaannya menggunakan bahan ajar yang sudah memasukkan karakter
tertentu. Dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru mengacu
kepada kontekstual teaching and learning. Dan diakhiri dengan evaluasi atau
penilaian dengan cara Autentic assesment.
Pembangunan karakter kebangsaan adalah modal utama untuk
menjadi bangsa yang besa tutur Djoko Soemadijo.
Selanjutnya beliau menjelaskan tentang pentingnya keseimbangan antara
Intellectual Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spiritual Quotient
(SQ). Keseimbangan ketiga kecerdasan inilah yang mampu menjadikan manusia
memiliki karakter dan jati diri. Proses untuk mendapatkan keseimbangan dari
ketiga kecerdasan tersebut adalah dengan menerapkan 3N yakni Niteni
(memperhatikan dan mengingat), Niru (menirukan), dan Nambahi (menambah)
sehingga diharapkan dari proses pembelajaran (Niteni dan Niru) akan muncul
inovasi baru atau tesis dari proses sintesis.
Selain itu, Djoko Soemadijo juga mengingatkan perlunya
pelestarian kearifan lokal dalam menjalani kehidupan sehari-hari untuk
menghadapi era globalisasi. Lebih lanjut beliau mengatakan Hanya bangsa dengan
karakter yang kuat yang mampu bertahan dari penjajahan dalam bentuk baru atau
neo-kolonialisme
Penerapan pendidikan karakter di
sekolah harus melibatkan semua komponen (stakeholders), termasuk komponen
pendidikan itu sendiri,yaitu isi kurikulum,proses pembelajaran dan penilaian,
kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Di beberapa sekolah,pendidikan karakter
sudah menjadi bagian dari keseharian dan berjalan dengan tertib. Seperti di
Sekolah Alam Ciganjur,sekolah ini membagi dua target utamanya,yakni budi
pekerti luhur dan jiwa kepemimpinan (leadership) yang merupakan bagian dari
pembentukan karakter siswanya. Kedua kegiatan ini bukan berada dalam mata
pelajaran tertentu, melainkan terintegrasi pada seluruh pelajaran dan ritual,
baik yang dilakukan di dalam maupun di luar kelas.
Menurut Novi Hardian, salah seorang
guru di Sekolah Alam Ciganjur, penerapan pendidikan karakter ini akan lebih
efektif jika dilakukan dalam kegiatan praktik melalui structure experimental
learning.“ Siswa menceritakan apa saja yang sudah didapatnya seharian di
sekolah.Kemudian dari situ bersama guru menarik kesimpulan yang didapat dan
hikmah di baliknya. Jadi, ada refleksi dari kegiatan yang dilakukan dan siswa
pun mendapatkan pelajaran berharga,” kata Novi. Sekolah alam dari tingkat
prasekolah hingga sekolah menengah pertama (SMP) ini mendidik siswa agar
berkarakter sejak kedatangan hingga kembali ke rumah.
Diawali dengan berdoa pada pagi hari,
termasuk melatih disiplin dan sikap antre ketika melakukan kegiatan. Jiwa
kepemimpinan dan kerja sama dilatih melalui kegiatan outbound. “Kegiatan ini
yang paling memberikan efek besar pada pembentukan karakter.Termasuk kegiatan
outdoor berkunjung ke suatu tempat, misalnya ke pasar ikan. Dalam perjalanan
tersebut, ada target yang harus dipenuhi siswa,” tutur Novi. Lain lagi dengan
Madani Islamic School.
Sekolah di bilangan Tebet Dalam ini
menerapkan pendidikan karakter lewat program pembiasaan. Misalnya saja tema
bulan ini adalah senyum, salam, sapa.Kegiatan tersebut harus diikuti oleh siswa
maupun guru.“Siswa dibiasakan untuk bertegur sapa, baik dengan teman maupun
guru. Pada saat mereka belajar Alquran, tak lupa guru mengajak untuk memahami
terjemahannya dan mengaitkannya dengan kegiatan keseharian siswa,”kata staf
Research & Development Madani Islamic School Marsono. Di samping itu,
secara berkala sekolah ini juga bekerja sama dengan lembaga ESQ.
Penanaman kejujuran, keadilan, dan
kepedulian terhadap sesama, merupakan beberapa nilai yang dapat diambil dari
kegiatan tersebut. Sementara itu, SMA Gonzaga mempunyai cara tersendiri dalam
menerapkan pendidikan karakter ini. Untuk kelas 10, siswa diajak mengikuti
kegiatan jambore. Melalui kegiatan ini, mereka dapat beradaptasi dan lebih
mengenal lingkungan.
Berlanjut ke kelas 11, siswa diharuskan
menginap di pedesaan yang berada di Jawa Tengah dan mengasah kepedulian
terhadap sesama. “Mereka bisa melihat seperti apa kehidupan di desa dan
membantu semampunya.
Misalnya bekerja di
sawah atau menjadi tutor bagi anak-anak di sana,” kata Alis Windu Prasetya,
moderator SMA Gonzaga. Di kelas 12, siswa mengikuti geladi rohani yang
bertujuan merancang masa depan siswa dan memberikan berbagai pengetahuan
sebagai bekal pijakan selepas lulus SMA
B.
Pembinaan Karakter melalui Ekstrakurikuler
Selain pelaksanaan pendidikan karakter dalam
pembelajaran di kelas diperlukan kegiatan penunjang diluar kelas yang mendukung
terlaksananya pendidikan karakter tersebut. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan
kegiatan yang dilakukan pesertaa didik di luar kelas.
Kegiatan yang dilakukan di SMKN 4 Malang dalam rangka
kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan OSIS yang meliputi pembiasaan akhlak
mulia, tatakrama dan tata tertib kehidupan bersekolah, pendidikan bela negara,
dan pendidikan berwawasan kebangsaan. Kegiatan OSIS tersebut didukung oleh
kegiatan ekstrakurikuler Paskibra, PMR, dan Pramuka. Didukung kegiatan
ekstrakurikuler dalam bidang olah raga yaitu: Futsal, Bola voli, Badminton,
Tenis dan Renang. Serta dalam bidang seni yaitu: Teater, Tvedu, Karawitan, Musik,
dan Tari.
BAB III
PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SMKN 4
MALANG
Penerapan pendidikan karakter
pada proses pembelajaran mengacu pada sembilan pilar karakter. Pilar-pilar
tersebut antara lain:
1.
Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya (love
Allah, trust, reverence, loyalty),yaitu bentuk karakter yang membuat
setiap siswa wajib bertakwa kepadaTuhan, beriman, mampu menjalankan segala
perintahNya, dan berusaha untuk meninggalkan segala laranganNya
2.
Tanggung jawab, kedisiplinan dan
kemandirian (responsibility, excellence, self reliance,
discipline, orderliness). yaitu bentuk karakter yang membuat seseorang
bertanggung jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengansebaik mungkin.
Dalam pembelajaran busana, siswa dituntut untuk bertanggung jawab atas semua pekerjaan
yang telah dikerjakan (berani mengambil resiko apabila salah), disiplin waktu
mengerjakan pekerjaan dan dikerjakan secara mandiri dan baik
3.
Kejujuran/amanah dan arif (trustworthines,
honesty, and tactful), yaitu karakter yang membuat siswa
bertindak jujur. Oleh karena itu dalam melakukan suatu pekerjaan membuat
busana, siswa dituntut untuk terbuka atau apa adanya dalam setiap tindakan,
tidak berbohong dan berlaku arif
4.
Hormat dan santun (respect,
courtesy, obedience ), yaitu bentuk karakter yang membuat
siswa dan guru selalu menghargai dan menghormati. Siswa dituntut untuk santun
terhadap guru, teman, serta warga sekolah .
5.
Dermawan, suka menolong dan
gotong-royong/kerjasama (love, compassion,caring,
empathy, generousity, moderation, cooperation), yaitu bentuk
karakter yang membuat warga belajar, yaitu siswa dan guru memiliki sikap peduli
dan perhatian terhadap siswanya maupun kondisi sosial lingkungan sekitar.
6.
Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras
(confidence,
assertiveness, creativity,resourcefulness, courage, determination, enthusiasm),
yaitu bentuk karakter yang membuat siswa mempunyai sikap percaya diri, tegas
dalam menentukan sesuatu, kreatif, mempunyai akal sehat, berani menghadapi
tantangan, mempunyai tekad tingg, dan selalu bersemangat
7.
Kepemimpinan dan Keadilan (justice,
fairness, mercy, leadership), Yaitu bentuk karakter yang membuat
siswa mempunyai jiwa adil, mempunyai rasa belas kasihan, dan mempunyai jiwa
kepemimpinan yang baik
8.
Baik dan Rendah Hati (kindness,
friendliness, humility, modesty), yaitu bentuk karakter yang membuat
warga belajar mempunyai sifat baik, ramah, rendahhati, kesederhanaan
9.
Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan (tolerance,
flexibility, peacefulness, unity),yaitu bentuk karakter yang membantu
siswa mempunyai rasa toleransi dengan teman, fleksibilitas, kedamaian,
persatuan
Dorothy Law Nolte dalam Muhtadi
(2011) menyatakan bahwa anak belajar dari kebiasaan hidupnya.
· Jika
anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
· Jika
anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
· Jika
anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah
· Jika ia
dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri
· Jika
anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri
· Jika
anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian
· Jika
anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
· Jika
anak dibesarkan dengan dorongan , ia belajar percaya diri
· Jika
anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
· Jika
anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
· Jika anak
dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai
· Jika
anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
· Jika
anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan
· Jika
anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan
· Jika
anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan
keadilan
· Jika
anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
· Jika
anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
· Jika
anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dalam pikiran
Identifikasi butir-butir
karakter Adil, amanah, pengampunan, antisipatif, arif, baik sangka, kebajikan,
keberanian. Bijaksana, cekatan, cerdas, cerdik, cermat, pendaya guna,
demokratis, dermawan, dinamis, disiplin, efisien, empan papan, empati, fair
play, gigih, gotong royong, hemat, hormat, kehormatan, ikhlas, inisiatif,
inovatif, kejujuran, pengendalian diri, rajin, ramah, sabar, santun, produktif,
mandiri, dll.
Untuk mengefektifkan dan menerapkan
pendidikan karakter secara utuh mesti menyertakan tiga basis desain dalam
pemrogramannya. 1. Desain pendidikan karakter berbasis kelas. 2. Desain
pendidikan karakter berbasis kultur sekolah. 3. Desain pendidikan karakter
berbasis komunitas. Sementara itu dengan semakin meningkatnya urgensi
pendidikan karakter maka guru perlu memahami tentang cara menggabungkan
pendidikan karakter dalam program bimbingan dan konseling. Jenis materi yang
disarankan antara lain: tanggung jawab (responsibility), ketekunan (perseverance),
kepedulian (caring), disiplin (self discipline), kewarganegaraan (citizenship),
kejujuran (honesty), keberanian (courage), keadilan (fairness),
rasa hormat (respect) dan integritas (integrity).
Pelaksanaan pendidikan karakter di SMKN 4
Malang dapat dibuat dalam bentuk Tabel sebagai berikut.
NILAI
|
DESKRIPSI
|
APLIKASI
|
1. Religius
|
Sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
|
a) Pembacaan Asmaul
Husna dilanjutkan dengan berdo’a setiap memulai pelajaran
b) Pembacaan Al-Quran setiap
hari Jum’at sebelum pelajaran dimulai
c) Pelaksanaan Sholat
Jum’at
d) Peringatan hari-hari
besar Agama
e) Berdoa sebelum dan
sesudah pelajaran
|
2. Jujur
|
Perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
|
a) Adanya kantin
kejujuran
b) Menyediakan fasilitas
tempat temuan barang hilang.
c) Tempat pengumuman
barang temuan atau hilang.
d) Tranparansi laporan
keuangan dan penilaian kelas secara berkala.
e) Larangan menyontek.
|
3. Toleransi
|
Sikap
dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda
dari dirinya.
|
a) Menghargai dan
memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan,
status sosial, status ekonomi, dan kemampuan khas.
b) Memberikan perlakuan
yang sama terhadap stakeholder
tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.
|
4. Disiplin
|
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
|
a) Memiliki catatan
kehadiran.
b) Memberikan penghargaan
kepada warga sekolah yang disiplin.
c) Memiliki tata tertib
sekolah.
d) Membiasakan warga
sekolah untuk berdisiplin.
e) Menegakkan aturan dengan memberikan sanksi
secara adil bagi pelanggar tata tertib sekolah.
|
5. Kerja Keras
|
Perilaku
yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan
belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
|
a) Mengerjakan semua tugas kelas sesuai dengan baik pada waktu yang
ditetapkan.
b) Tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan dalam belajar.
c) Selalu fokus pada pelajaran
d)
Menciptakan suasana kompetisi yang
sehat.
e)
Menciptakan kondisi etos kerja,
pantang menyerah, dan daya tahan belajar.
f)
Mencipatakan suasana belajar yang
memacu daya tahan kerja.
g)
Memiliki pajangan tentang slogan atau
motto tentang giat bekerja dan belajar.
|
6. Kreatif
|
Berpikir
dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
|
a) Mengajukan pendapat yang berkenaan dengan suatu pokok bahasan
b) Mengemukakan gagasan baru
c) Mendiskripsikan konsep dengan kata-kata sendiri.
|
7. Mandiri
|
Sikap
dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
|
a) Melakukan sendiri
tugas kelas yang menjadi tanggung jawabnya
b) Tidak bergantung
terhadap oranglain
|
8. Demokratis
|
Cara berfikir, bersikap,
dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
|
a)
Mengambil keputusan kelas secara
bersama melalui musyawarah dan mufakat.
b)
Pemilihan kepengurusan kelas secara
terbuka.
c)
Seluruh produk kebijakan melalui
musyawarah dan mufakat.
d)
Mengimplementasikan model model
pembelajaran yang dialogis dan interaktif.
|
9. Rasa Ingin Tahu
|
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas
dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
|
a) Bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaran
b) Bertanya sesuatu tentang gejala alam yang baru terjadi
c) Bertanya atau membaca
sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait dengan pelajaran
d) Membaca atau mendiskusikan gejala alam yang baru terjadi
e)
Menciptakan suasana kelas yang
mengundang rasa ingin tahu.
f)
Eksplorasi lingkungan secara
terprogram.
g)
Tersedia media komunikasi atau
informasi (media cetak atau media elektronik).
|
10. Semangat Kebangsaan
|
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
|
a)
Bekerja sama dengan teman sekelas
yang berbeda suku, etnis, status sosial-ekonomi.
b)
Mendiskusikan hari-hari besar
nasional.
|
11. Cinta Tanah Air
|
Cara berfikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
dan politik bangsa.
|
a)
Memajangkan: foto presiden dan wakil
presiden, bendera negara, lambang negara, peta Indonesia, gambar kehidupan
masyarakat Indonesia.
b)
Menggunakan produk buatan dalam
negeri.
|
12. Menghargai Prestasi
|
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.
|
a) Mengerjakan tugas dari guru dengan sebaik-baiknya.
b) Berlatih keras untuk berprestasi dalam olahraga dan kesenian.
c) Menghargai hasil karya sendiri dan orang lain.
d)
Memberikan penghargaan atas hasil
karya peserta didik.
e)
Memajang tanda-tanda penghargaan
prestasi.
f)
Menciptakan suasana pembelajaran
untuk memotivasi peserta didik berprestasi.
|
13. Bersaha-bat/Komunikatif
|
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain.
|
a) Mendengarkan secara aktif.
b)
Berbicara dengan teman
sekelas.
c) Berbicara dengan guru, kepala sekolah, dan personalia sekolah lainnya.
d) Menyampaikan pesan dengan berbagai media.
|
14. Cinta Damai
|
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan
aman atas kehadiran dirinya.
|
a)
Menciptakan suasana kelas yang damai.
b)
Membiasakan perilaku warga sekolah
yang anti kekerasan.
c)
Pembelajaran yang tidak bias gender.
d)
Kekerabatan di kelas yang penuh kasih
sayang.
|
15. Gemar Membaca
|
Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan
bagi dirinya.
|
a)
Tersedianya perpustakaan yang memadai untuk
mengembangkan siswa untuk gemar membaca
b)
Daftar buku atau tulisan yang dibaca
peserta didik.
c)
Frekuensi kunjungan perpustakaan.
d)
Saling tukar bacaan.
e)
Pembelajaran yang memotivasi anak
menggunakan referensi
|
16. Peduli Lingkungan
|
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi.
|
a)
Memelihara lingkungan kelas.
b)
Tersedia tempat pembuangan sampah di
dalam kelas.
c)
Pembiasaan hemat energi.
d)
Memasang stiker perintah mematikan
lampu dan menutup kran air pada setiap ruangan apabila selesai digunakan
(SMK).
|
17. Peduli Sosial
|
Sikap
dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan.
|
a)
Berempati kepada sesama teman kelas.
b)
Melakukan aksi sosial.
c)
Membangun kerukunan warga kelas.
|
18. Tanggung-jawab
|
Sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya
dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
|
a)
Pelaksanaan tugas piket secara teratur.
b)
Peran serta aktif dalam kegiatan
sekolah.
c)
Mengajukan usul pemecahan masalah.
|
BAB IV
PENUTUP
Seperti
telah diuraikan pada awal pendahuluan bahwa fungsi Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa selain mengembangkan dan memperkuat potensi pribadi juga
menyaring pengaruh dari luar yang akhirnya dapat membentuk karakter peserta
didik yang dapat mencerminkan budaya bangsa Indonesia. Upaya pembentukan
karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak semata-mata hanya
dilakukan di sekolah melalui serangkaian
kegiatan
belajar mengajar baik melalui mata pelajaran maupun serangkaian kegiatan pengembangan
diri yang dilakukan di kelas dan luar sekolah. Pembiasaan-pembiasan (habituasi)
dalam kehidupan, seperti: religius, jujur, disiplin, toleran, kerja keras,
cinta damai, tanggung-jawab, dsb. perlu dimulai dari lingkup terkecil seperti
keluarga sampai dengan cakupan yang lebih luas di masyarakat. Nilai-nilai
tersebut tentunya perlu ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya dapat membentuk
pribadi karakter peserta didik yang selanjutnya merupakan pencerminan hidup
suatu bangsa yang besar.
Pedoman
yang disusun ini lebih diperuntukkan kepada sekolah. Pembentukan budaya sekolah
(school
culture) dapat dilakukan oleh sekolah melalui serangkaian kegiatan perencanaan,
pelaksanaan pembelajaran yang lebih berorientasi pada peserta didik, dan penilaian
yang bersifat komprehensif. Perencanaan di tingkat sekolah pada intinya adalah melakukan
penguatan dalam penyusunan kurikulum di tingkat sekolah (KTSP), seperti menetapkan
visi, misi, tujuan, struktur kurikulum, kalender akademik, dan penyusunan
silabus.
Keseluruhan perencanaan sekolah yang bertitik tolak dari melakukan analisis kekuatan
dan kebutuhan sekolah akan dapat dihasilkan program pendidikan yang lebih terarah
yang tidak semata-mata berupa penguatan ranah pengetahuan dan keterampilan melainkan
juga sikap prilaku yang akhirnya dapat membentuk akhlak budi luhur.
Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa bukan merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri
atau merupakan nilai yang diajarkan, tetapi lebih kepada upaya penanaman nilai-nilai
baik melalui mata pelajaran, program pengembangan diri maupun budaya sekolah. Peta
nilai dan indikator yang disajikan dalam naskah ini merupakan contoh penyebaran
nilai yang dapat diajarkan melalui berbagai mata pelajaran sesuai dengan
standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang terdapat dalam standar
isi (SI). Begitu
pula melalui
program pengembangan diri, seperti kegiatan rutin sekolah, kegiatan spontan, keteladanan,
pengkondisian. Perencanaan pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
ini perlu dilakukan oleh semua pemangku kepentingan di sekolah yang secara bersama-sama
sebagai suatu komunitas pendidik diterapkan ke dalam kurikulum sekolah yang
selanjutnya diharapkan menghasilkan budaya sekolah
DAFTAR PUSTAKA
Adian, Husaini. 2010. Pendidikan Karakter. REPUBLIKA, , Senin,
14 Juni 2010 pukul 10:49:00.
Berkowitz, Marvin
W. dan Bier, Mellinda C. (2005). What
Works in Character Education: A Research-driven Guide for Educators. Washington: Character Education Partnership
Curriculum Corporation. (2003).
The Values Education Study: Final Report.
Victoria: Australian Government Dept. of Education, Science and Training.
Elkind, David H. dan Sweet, Freddy. How to Do Character Education. Artikel yang diterbitkan pada bulan
September/Oktober 2004.
Endang, S., Sofyan S., dan Adian H. 2011. Pendidikan
Karakter Membangun Bangsa Beradab. Kumpulan makalah dan seminar nasional.
Pascasarjana UPI
Harian Sindo. Pentingnya Pendidikan
Karakter.Thursday, 04 November
2010
Husamah. 2011. Pengembangan Pendidikan Karakter Terintegrasi
di Sekolah Menengah Pertama sebagai Upaya Membangun Generasi Indonesia
Bermartabat. Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang
Kementerian
Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 2010. Pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa.Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi
Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan
Karakter Bangsa. Jakarta.
Kirschenbaum, Howard. (2000).”From
Values Clarification to Character Education: A Personal Journey.” The
Journal of Humanistic Counseling, Education and Development. Vol. 39, No.
1, September, pp. 4-20
Lickona, Thomas. (1991). Educating
for Character: How Our schools can teach respect and responsibility. New
York: Bantam Books
Lickona, T.;
Eric Schaps & Catherine Lewis, “Eleven Principles of Effective Character Education”,
The
Character Education Partnership, dalam: http://www.cortland.edu/character/articles/prin_iii.htm
Lickona, Thomas, Educating for Character: How Our Schools Can
Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books, 1992.
Muhtadi, A. 2011. Pendidikan Karakter Berwawasan Sosiokultural (Sociocultural
Based Character Education) di Sekolah Dasar, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Ratna
Megawangi (2010). Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter di PAUD.
Makalah disajikan dalam seminar tentang PAUD. Bogor.
Suyatno. 2010. Peran Pendidikan sebagai Modal Utama Membangun Karakter Bangsa. Makalah disampaikan dalam Sarasehan Nasional “Pengembangan Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa” oleh Kopertis Wilayah 3 DKI Jakarta, 12 Januari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar