Asep Sapa'at(Praktisi Pendidikan, Direktur Sekolah Guru Indonesia)
“By learning you will teach,
by teaching you will understand”
Tanyakan
pada diri sendiri, “Apa pengalaman mengajar yang paling berkesan yang
pernah terjadi selama Anda menjadi guru?” Butuh kesadaran dan kejujuran
diri untuk menjawab pertanyaan tadi. Percayalah, jika tak ada kesan dan
pengalaman mengesankan dan tak terlupakan selama mengajar, bisa jadi
kita tak pernah paham apa makna terdalam dari kata ‘mengajar’. Karena
tak paham esensi mengajar, maka kita tak pernah bisa memberikan
perbedaan bagi kehidupan para murid.
Bagi guru, kata mengajar
bisa berjuta makna. Tak selamanya makna itu tersurat. Kadang maknanya
tersirat. Mengajar bukan sekadar melakukan transaksi jual beli
pengetahuan dari guru ke murid. Jika belajar membuat kita jadi paham
akan ihwal sesuatu, maka mengajar adalah jalan terbaik untuk
menyempurnakan ilmu yang dimiliki. Sungguh jadi hal luar biasa jika guru
mendapatkan kesempatan mengajar. Mengajar untuk mengenali diri dan
mentransformasi kehidupan para murid. Seperti yang dialami Miss Thompson
dalam catatan perjalanan mengajarnya.
Miss Thompson adalah guru
kelas V di suatu sekolah dasar. Dia berkata pada murid-muridnya di hari
pertama dia mengajar, “Saya sangat mencintai kalian semua”. Dunia hendak
menguji apa yang dikatakan Miss Thompson. Teddy Stallard, seorang anak
yang terasing dari teman-temannya, berpakaian lusuh dan kotor. Di setiap
kertas ulangan Teddy selalu tertulis kata gagal. Itu artinya nilai
ulangan Teddy jeblok.
Jika kita punya murid seperti Teddy, apa yang akan Anda lakukan?
Menganggap Teddy sebagai anak bodoh, itulah tindakan terkejam seorang
guru. Miss Thompson fokus untuk mencari tahu, ada apa dengan Teddy? Apa
masalah yang menimpa Teddy sehingga prestasi belajarnya berantakan?
Coba
tebak, apa laku Miss Thompson? Dia kembali melihat ulang catatan guru
kelas I sampai kelas IV terkait profil Teddy. Miss Thompson sangat
terkejut melihat catatan soal Teddy. Guru kelas I yang mengajar Teddy
menulis, “Teddy adalah seorang anak cemerlang dan selalu ceria bersama
teman-temannya”. Guru kelas II menulis, “Teddy adalah murid luar biasa
dan disukai oleh teman-teman sekelasnya. Namun dia berada dalam
kesulitan karena ibunya menderita penyakit tak tersembuhkan.
Ibunya berada di rumah dalam perjuangan”. Guru kelas III menulis,
“Kematian ibunya telah membuat Teddy sangat terpukul”. Guru kelas IV
menulis, “Teddy menjadi penyendiri dan tidak tertarik pada pelajaran di
sekolah. Dia tak mempunyai teman dan kadang-kadang tertidur di kelas”.
Setelah membaca semua catatan Teddy, Miss Thompson menyadari akar
masalahnya dan dia tersudut dalam renungan, hal terbaik apa yang bisa
dilakukannya untuk Teddy. Miss Thompson memasuki fase terpenting dalam
karir mengajarnya, mampukah dia belajar tentang makna mengajar yang
sesungguhnya.
Di satu kesempatan acara perayaan di sekolah,
murid-murid saling bertukar kado dan berkenan memberi kado istimewa
untuk gurunya. Miss Thompson mendapatkan kado terbungkus dengan kertas
mengkilat dan pita-pita cantik dari murid-muridnya, kecuali kado dari
Teddy.
Dia sangat sedih menyimak apa yang tengah terjadi. Kadonya terbungkus
seadanya dengan kertas pembungkus barang. Dengan perasaan sedih, Miss
Thompson membuka satu persatu kado di depan kelas. Tebak apa yang
terjadi ketika kado Teddy mulai dibuka. Semua siswa penghuni kelas mulai
tergelak dalam tawa mengejek isi kado milik Teddy.
Sebuah
gelang dan sebuah botol parfum yang isinya tinggal seperempat. Miss
Thompson sadar, inilah kesempatan terbaik untuk menyelamatkan Teddy dari
keterpurukan. Miss Thompson menghentikan gelak tawa anak-anak ketika ia
mengatakan bahwa gelang itu cantik sekali, lalu memakainya, dan
mengoleskan parfum itu pada lengannya. Pada hari itu, Teddy Stallard
menunggu hingga jam terakhir hanya untuk mengatakan, “Miss Thompson,
hari ini harummu persis sama dengan harum mama saya”.
Setelah semua anak-anak pergi, Miss Thompson menangis hampir satu
jam. Titik balik dalam perjalanan karirnya sebagai guru. Sejak hari itu
dia mengubah cara pandang soal mengajar. Dia memutuskan berhenti
mengajar ‘membaca’, ‘menulis’, dan ‘berhitung’. Dia mulai mengajar
‘anak-anak’.
Miss Thompson memberi perhatian khusus kepada
Teddy. Sejak saat itu, Teddy kembali bersemangat dalam belajar.
Kepercayaan diri dan kegairahannya untuk menjalani hidup telah pulih
kembali. Tak dinyana, pada akhir tahun pelajaran, Teddy telah menjadi
anak paling pintar di kelas Miss Thompson.
Miss Thompson telah menjadikan Teddy sebagai salah satu murid
kesayangannya. Inilah ujian atas ungkapan Miss Thompson bahwa dia
mencintai semua murid tanpa kecuali. Faktanya, kebohongan Miss Thompson
soal kecintaan pada semua murid adalah berkah tersendiri bagi Teddy.
Setahun
kemudian, Miss Thompson memperoleh surat di bawah pintu kantornya dari
Teddy yang mengatakan bahwa dia adalah guru terbaik yang pernah
diperoleh seumur hidupnya. 6 tahun berlalu kemudian, surat dari Teddy
untuk Miss Thompson. Dia mengabari bahwa sekarang dia telah
menyelesaikan sekolah di SMA. 4 tahun setelah itu, Miss Thompson
memperoleh surat lain yang mengatakan bahwa ia sudah lulus dari college
dengan predikat lulusan terbaik.
Teddy mengatakan bahwa Miss Thompson masih tetap menjadi guru terbaik
dalam hidupnya. 4 tahun berikutnya, kembali surat yang ditandatangani
Theodore F. Stallard, M.D. menjumpai Miss Thompson dengan pesan yang
sangat tegas dan jelas, “Sepanjang umur hidupku, engkau tetaplah guru
luar biasa yang pernah kukenal”.
Kisah belum berakhir karena
masih ada sepucuk surat dari Teddy untuk Miss Thompson di musim semi.
Teddy jatuh hati pada seorang gadis dan akan segera menikahinya. Sebuah
surat dilayangkan pada Miss Thompson, “Ayah telah meninggal dunia dua
tahun lalu. Bersediakah menjadi pendamping dalam pernikahanku untuk
menggantikan mama?” Miss Thompson jelas menyetujui permintaan Teddy.
Dan
duga apa yang dilakukan Miss Thompson di acara pernikahan Teddy? Dia
memakai gelang dan menggunakan parfum yang pernah diberikan Teddy
beberapa tahun silam. Miss Thompson tak hendak menggantikan figur ibu
Teddy. Namun mencoba memastikan bahwa Teddy akan selalu ingat dengan
kenangan hidup yang indah bersama ibunya di masa kecilnya. Mereka, Miss
Thompson dan Teddy Stallard memeluk satu sama lain.
Dr Stallard
berbisik di telinga Miss Thompson, “Terima kasih Engkau telah
memercayaiku. Terima kasih banyak Engkau telah membuatku merasa penting
dan menunjukkan kepadaku bahwa aku bisa melakukan sesuatu secara
berbeda”. Miss Thompson berlinangan air mata dan berbisik balik kepada
Teddy, “Teddy, Engkau salah. Justru Engkaulah yang telah mengajarkanku
bagaimana membuat sesuatu secara berbeda. Sebelumnya saya tidak tahu
bagaimana mengajar hingga saya bertemu denganmu”.
Kita tak pernah
tahu apa dampak yang telah terjadi pada diri orang lain akibat dari
tindakan kita. Kerendahan hati dari Miss Thompson untuk mau belajar
tentang kehidupan murid bernama Teddy telah mengantarnya memiliki
pengalamanan mengajar yang hebat dan takkan terlupakan sepanjang
hidupnya. Dahsyatnya, kehidupan Teddy berubah drastis setelah Miss
Thompson mengubah paradigmanya soal mengajar,
to teach is to touch your student’s life. Mengajar bukanlah soal aku, tapi soal anak-anak, semua murid kita.
Petualangan
hebat Miss Thompson dalam mengajar, inilah kisah fiksi yang ditulis
oleh Elizabeth Silance Ballard (1974) dan diangkat menjadi film bertajuk
‘Three Letters from Teddy’ oleh Home Life Magazineas. Apa tantangan
terbesar Anda sebagai guru? Jika murid-murid Anda dianggap sumber utama
masalah yang selalu berulah dan bikin onar, maka ingatlah pernah ada
tokoh fiksi bernama Miss Thompson yang bisa membuat perbedaan dalam
kehidupan Teddy Stallard.
Jika saya, Anda, dan kita semua sadar bahwa hakikat mengajar itu
untuk belajar, marilah kita hadirkan sosok Miss Thompson dalam realitas
mengajar yang kadang terasa panjang dan melelahkan. Karena sejatinya,
mengajar adalah belajar, yakni belajar untuk memberikan inspirasi
kehidupan untuk murid-murid kita.